Bagaimana Etika dan Do’a Menyembelih Hewan Qurban ?

Saat hari raya idul Adha, tak lengkap rasanya tanpa menyembelih hewan qurban. Beberapa lembaga Amil Zakat, masjid, musholla, sekolah, dan lain-lain berlomba-lomba mengumpulkan hewan qurban yang akan disembelih saat hari raya tersebut. Ratusan bahkan ribuan sapi dan domba dikumpulkan oleh lembaga-lembaga tersebut dengan berbagai macam cara pengelolaan. Misalnya LAZIS UNS tahun ini kembali mengadakan kurban sampai pelosok, menyelenggarakan kurban dari donatur di daerah pelosok yang minim hewan kurban. Lembaga lain bahkan ada yang sampai di luar negeri, misalnya ke Suriah, Palestina, Somalia, dll. Ada pula yang megolah hewan kurban menjadi korned dan sosis.

Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah saat penyembelihan. Jangan sampai lembaga  atau panitia penyelenggara kurban tidak memperhatikan adab-adab dan fiqh tentang penyembelihan hewan qurban.

Allah berfirman, “Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (Untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).

Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.

Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah menyembelih yang dipraktikkan di tempat kita -bukan nahr-.

Beberapa adab yang perlu diperhatikan:

 

1. Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.

2. Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadis dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).

3. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).

4. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.

5. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).

Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).

6. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …. (HR. Bukhari dan Muslim).

7. Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,

‘Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

 

8. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

9. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan dikurbankannya herwan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau
hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau
Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).” [1]

Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul kurban.

10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban.
Sebagaimana hadis dari Syaddad bin Aus di atas.

11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):

  1. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
  2. Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
  3. Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 “Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

12. Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.
Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)

13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.

Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembalih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,

“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.” Imam Syafi’i mengatakan, “Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya yang sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224). Allahu a’lam

DOA MENYEMBELIH QURBAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya, serta umatnya yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Setiap orang yang berkurban tentunya berharap ibadahnya tersebut diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di samping memperhatikan jenis hewan kurban, umur dan kondisi hewan kurban yang selamat dari cacat, kita juga harus memperhatikan tatacara penyembelihannya. Di antaranya, memperhatikan bacaan saat menyembelih. Apa dzikir atau doa yang diajarkan oleh syariat saat menyembelih hewan kurban?

Pada ringkasnya, bagi orang yang ingin menyembelih hewan qurban disunnahkan baginya saat akan menyembelih untuk membaca:

بِسْمِ اللَّه اللَّهُمَّ  وَاللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، هَذَا عَنِّي

Artinya: (Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu, ini kurban dariku).

Jika ia menyembelihkan hewan qurban milik orang lain, ia membaca:

بِسْمِ اللَّه اللَّهُمَّ  وَاللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، هَذَا عَنْ فُلَانٍ

Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini dari-Mu dan untuk-Mu, ini kurban dariku.” Di tambah:

اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلَانٍ وَآلِ فُلَانٍ

“Ya Allah, terimalah kurban dari fulan dan keluarga fulan,” (dengan menyebut namanya).

Namun yang wajib dari bacaan ini adalah membacaBasmalah (Bismillah). Jika sudah membacanya, maka sah penyembelihan hewan qurban tersebut walau tidak menambah bacaan selainnya. Adapun kalimat-kalimat sesudahnya hanya anjuran, bukan wajib. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَكُلُواْ مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am: 118)

وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.  Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)

Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Anas bin MalikRadhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkurban dengan ekor domba jantan yang dominasi warna putih dan bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, membaca basmalah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di atas samping lehernya.”

Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan untuk membawakan satu ekor kibas bertanduk yang hitam kakinya, hitam bagian perutnya, dan hitam di sekitar kedua matanya. Lalu dibawakan kepada beliau untuk beliau sembelih sendiri. Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, ambilkan sebilah pisau.” Kemudian beliau bersabda, “Asahlah pisau itu dengan batu.” ‘Aisyah pun mengerjakan. Kemudian beliau mengambil pisau dan mengambil kibas tersebut, lalu beliau membaringkannya dan menyembelihnya. Kemudian beliau berucap:

بِسْمِ اللَّه اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّد وَآل مُحَمَّد وَمِنْ أُمَّة مُحَمَّد

“Dengan nama Allah, ya Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad.” Kemudian beliau menyembelihnya.

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang maksudnya, yaitu beliau membaringkannya dan menyembelihnya sambil membaca kalimat di atas. (Lihat Syarah Muslim li al-Nawawi dalam keterangan hadits di atas)

Dan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Jabir bin AbdillahRadhiyallahu ‘Anhu berkata: “Aku menyaksikan Shalat Idul Adha di musholla bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Ketika beliau selesai khutbah beliau turun dari mimbar dan dibawakan kepada beliau seekor domba jantan lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyembelihnya sambil mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, ini dariku dan dari setiap orang yang tidak berkurban dari umatku.” (Dishahihkan oleh-Al-albani rahimahullah dalam Shahih al-Tirmidzi)

Terdapat tambahan dalam sebagian riwayat,

اَللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ

Ya Allah, sesungguhnya ini dari-Mu dan untuk-Mu.” (Lihat: Irwa’ al-Ghalil, no. 1138 dan 1152)

Maksud, Allahumma Minka (Ya Allah, sesungguhnya ini dari-Mu): hewan kurban ini adalah rizki pemberian-Mu yang sampai kepadaku dari Engkau. Sedangkan Wa Laka (dan untuk-Mu) adalah ikhlas untuk-Mu

sumber

 

 

sumber  

Authors in certain disciplines need to format their works according to specific justdomyhomework.com requirements.